Friday, November 26, 2010

Inilah

Friday, 26 November 2010
04.04 AM


Kuhempaskan tubuh ini bersama batin yang merindukan kearifan dalam kelembutan dan kehangatan Cinta kasih. Batin yang menampik nyala cinta dan melantakkan dari tempatnya berengkuh. Aku merasakan keganjilan It’s ridiculous!

Seketika aku menyentak! Menghentak! saat pandangan ini menatap lekat ke segenap luasan ufuk barat. Aku terpenjara pada sikap diri yang berbeda. Seolah jiwa ini tak ada beban I have nothing to lose. Aku hanya merasakan harmoni yang begitu merdu di alam semesta. Sejenak kupejamkan mata, mencari-cari rasa nyaman dalam dinamika yang terserak. Namun, tak kunjung ku mengerti bahasa mereka. Ada cericit yang ceria, kerik yang berirama dan ada desir yang menelisik.
Bagai ubupan, fikiranku pun terus memerah, bertanya-tanya ”Akankah kau yang akan berada disampingku sampai nanti? Who will be in my side until the end? Dan apakah kita tepat menamainya Cinta? Lalu, apakah ini untaian cinta yang tersasar? Ya, aku selalu meletakkan tanda tanya diakhir kalimat. Siapa saja yang pernah berucap selamat tinggal kepada apa yang dicintainya pastilah tahu semuanya. Anyone who has ever said good bye to the best thing in his life knows what it is all about.

Ayuhai, menelisik semua Cinta yang berada pada poros masing-masing. Sang pemilik Cinta yang pasti akan mengasihi kita jika kita mencintai-Nya. Kasih Allah seperti fajar pagi yang tak pernah terlambat bersinar. Sinar-Nya menghangatkan naluri yang beku. Cinta Rosul penentram jiwa (peace-maker) melalui kalimat-kalimat bijaknya. Dan Keikhlasan dua pahlawan asa yang menitahku berjalan. Mendidikku agar aku mendoakanya sepanjang malam , I pray you will be my eyes. “Dan ku perintahkan kepada Manusia (berbuat baik) kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam lemah yang bertambah-tambah, dan menyusuinya dalam dua tahun.bersyukurlah kepda-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”. (Q.S Luqman : 14)

Masih dihariku yang penuh dengan Cinta, ketegangan atas kebutuhan dan keinginan mencapai titik jenuh (burn-out point). Biarlah titik itu menjadi arti simbolis bagi pemburu Cinta. Karena kepentingan untuk sekitar lebih tinggi dari kepentingan pribadi. “Loyalty to my surrounding ends when loyalty to my self begins “.



Senja Berarak
Disinilah aku, merancang dan bertindak. Ada harapan ditepi senyumku, ada hasrat tuk merengkuh memoar indah kepelukanku. Ya, ku harus merasa! Merasakan keindahan yang tak meragu. I am trully blessed. Melangkah mengenali ”Al-Bashir” di segala sesuatu yang pelik-pelik. Jangan ku gegabah memaknai mutiara hidup juga Cinta (.....in hurry). Sama halnya dengan kendaraan, hidup akan selalu berputar dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, akan melintasi berbagai macam hal dan kenyataan.

Cinta,
Biarlah fragmen bersejarah di setiap langkahku menjadi pembuka dalam berkaca diri meninggalkan rangkakan masa lelap. Masa terbang bersama angin, melalang buana dan menyusuri awan. Bangkit! agar semua tak terulang sia-sia.”When once the risk has really been take, then the greatest danger is to risk too much”. Akupun harus meneguhkan hatiku, bahwa suatu saat kan kudapati apa yang telah kurencanakan. What you give you get back. (kau menuai apa yang kau tanam). Then, I’ll be astonished if I have seen it.


Wednesday, August 11, 2010

"sebuah makna"

DESA PONCOKRESNO, 18 Juli 2010
PUKUL. 20.55

Sebuah makna tak kan pernah terpatri dalam pesan yang disia-siakan, tapi aku tak mengerti tentang kesia-siaan itu. Apakah ia bisa menjadi serpihan kertas yang kosong, Yang bisa ditulis apapun oleh siapa saja yang menghendakinya. Cinta itu diantara semu yang menderu. Saat ini bukan bongkahan amarah yang menghalanginya mencuat keluar. Namun, sudut hatiku tetap menahanku, menyiksa rasa yang tak tereja.
Lalu kenapa aku harus menangis tanpa suara yang menerangkan maksud hatiku? Semua tak mampu kujawab dalam rangkaian kata yang tertangkap. Hanya biasan dari sisi wajah polos ini. Ya,,,mungkin orang lain tak akan menganggukkan kepala kepadaku sebagai arti kesepakatan.Kesepakatan dalam bayang-bayang dimensi hidup. Bagaimanapun anggapan mereka tentang hidupku bukanlah menjadi urusanku. Bukan urusanku? Aku melihat wajahmu mengerutkan kening,,,,hmmm masih menatapku tajam dengan penuh harap .Ya izinkan aku mengajakmu membaca relung ini. Tak ada maksud apa-apa. Hanya mencari sebuah makna yang sering di sia-siakan setiap insan. Tidak, bukan siang atau malam yang melandaskan makna itu. Sesuatu yang menjadikan apapun lebih baik hanyalah sebagai perantara.

Monday, May 17, 2010

SPIRIT...!: Aku Tak Ingin...

SPIRIT...!: Aku Tak Ingin...: "Ahlan wa Sahlan ..."

Aku Tak Ingin...

OLEH - OLEH JOE 1
JS-EC GOES TO MUTUN ( May 16, 2010 )

“Hari ini aku tak ingin mencatatnya”
“Hari ini aku tak ingin menuliskannya”
“Hari ini aku tak ingin bercerita”

Meskipun disana terdapat saat-saat indah yang kurasakan, saat ku dapat bertanya tentang “Siapa diriku?”, “Apa yang sudah kulakukan?” dan ‘Apa yang akan kulakukan?”,,,,,hingga ku bertanya tentang “Apa yang bisa kuberikan untuk JS-EC?”
Meski batu-batu besar itu tak mampu menjawab, tapi aku tahu diamnya, aku tahu keikhlasannya menampung air hujan yang lebih suka berada diatasnya.
Aku tak ingin menggambarkan kejadian hari ini, saat suasana alam terasa sejuk. Lebih sejuk dari udara segar yang seringkali kutemukan. Namun, ternyata tidak dapat dibandingkan dari keduanya.
Hari ini aku tak ingin mengatakan bahwa “kesejukan ada dihati”. Senyum terindah yang kita ciptakan hanya bagian terkecil dari rona keikhlasan kita.
Hari ini aku tak ingin menuliskan tentang “Arti Memahami”, memahami alam dan suasana yang kita pilah-pilah. Aku tak ingin menulis tentang orang-orang disana yang mencoba mencari kedamaian yang tampak jauh dari genggaman.
Hari ini aku tak ingin menceritakan air yang ada disana, yang ternyata tak mampu menyegarkan tenggorokan yang haus akan kesejukan, karena memang air disana bukan milik orang-orang itu, juga bukan milikku.
Hari ini aku tak ingin bercerita tentang perjalanan yang kutempuh, aku tak ingin mengingat tentang waktu yang berdetak, seolah memimpin fikiranku, hingga ku tak tahu saat ia berlalu. dan semua berseru “waktu terus berlalu!”.
Tapi, hari ini aku tak ingin bercerita tentang kehidupan disana, saat tatapan aneh dari seorang paruh baya yang mencoba mengumpulkan nafkah dari kebaikan kita. Yaitu Kebaikan yang muncul karena kebutuhan kita.
Tapi, dia memang aneh,,,hingga tak ingin ku gambarkan tentang dirinya yang terlihat bersahaja saat posisiku berada lebih dekat dengannya. Namun tak mampu kutangkap ketika ku jauh dan hanya bisa memandang sisi kiri wajahnya.
Ternyata ia punya kedudukan, Ya..ia adalah seorang Ibu. Ia tak sedingin diamnya, bahkan ia tak sekeras yang kukira. Hanya bagian dari ulahnya yang tak mampu kupahami hingga membuatku tertunduk dan memilih memburamkan pandangan.
Hari ini aku juga tak ingin menulis tentang ombak disana, yang sangat jelas kulihat gerakannya. Sifatnya yang bergelombang memang sangat melekat didirinya. Seolah mempermainkan sampah-sampah kayu yang terapung sesaat setelah gerimis memecah.
Ah..aku juga tak ingin bercerita tentang gerimis memecah itu yang kemudian mampu mengusir kami yang tengah berharap untuk tetap bernyanyi “Lighten Up Your English” dibawah sinar mentari.
Bahkan aku tak ingin menulis tentang JS-EC disana, yang mencoba menghibur daun-daun kering yang berguguran. Sangat kering,,, Namun kemudian basah kuyup tersapu ombak yang menghampirinya. Ombak yang lalu-lalang mengikuti gerak lari anjing-anjing disana.
Hari ini,,,aku tak ingin mencatat tentang pulau tangkil yang mungkin bisa menjadi sejarah kecil bagi pengunjungnya, saat seseorang mengukir nama di balik pohon tua, pohon yang membuat pulau itu terlihat indah. Ia melukai pohon itu, tapi ia tak bermaksud seperti itu. Ia hanya ingin mencatat sesuatu di pohon itu, agar ia bisa menuliskannya kembali dan akhirnya bisa menceritakannya.

JOE 1 membangunkanku, dan….
“Hari ini aku ingin mencatatnya”
“Hari ini aku ingin menuliskannya”
“Hari ini aku ingin bercerita”

Tuesday, April 20, 2010

"Yes and No"

Some years ago, there was a smart daughter. Her name is Nizam. She was living neither in the legend nor in the Casper’s world. But, she lived with full of stress in this world. As if the stress was like hard crystal stone. She was just ten years old at the fourth elementary school. And her life was involved frighten of her father’s cruel. Her father’s name is Sardiyono the most famous general manager among the companies in his city. Most of the time, Sardiyono always tried to kill Nizam, he hated Nizam very much. Oh…Nizam, the innocent child, had to face hard life in her childhood. It was hard to do for Nizam, that she should be polite with her father. Despite her father was lost of his mystically enlightened soul.
Sardiyono wanted to kill Nizam, because he got collapse in his company. And he didn’t want to be poor. In this case, he looked unhappy and consulted with a witch related to his collapse, he was not sure that his most famous company would be smashed. Unfortunately, the witch advised him to kill Sardiyono’s daughter, she’s Nizam.
“You have to kill your step daughter, did you know that she is the source of main problem toward your company progression” the witch said.
After obtaining the witch’s advice, he thought and told to his self.
“Yes, it’s logic. Nizam is not my own daughter, what for I should protect her until she grows adult? ”
Because of that reason he had desire to kill Nizam. Then, Sardiyono planed the strategic to kill Nizam as quickly as possible. His wife (Nizam’s mother) didn’t know about it all. She personally loved Nizam very much. So, when she finally knew about her husband’s plan, she got angry and over protected to Nizam. She always accompanied Nizam everywhere, in order that Nizam’s father couldn’t kill Nizam.
One fine morning, Nizam wanted to go to school. Her mother was worried with her. And at that time she got bad feeling toward Nizam’s condition. But, Nizam never felt afraid, she continuously did her activities with her friends. Playing game, riding bicycle, buying some candies and having a fun as her friends did.
She sniffed her mother hand, then take leave of her mother to go to school.
“Mom, I want to go to school, wish me luck mom” Nizam said.
(Her mother embraced Nizam tightly). She was very sad if that time became the last time then she couldn’t see Nizam anymore. Her thought was delirious.
“ Nizam…my beloved daughter, be careful and don’t back to home first before I pick you up. Just in case, to obstruct your father blocking your way. “
“Yes mom. Nizam will wait for mom” Nizam answered while eating peppermint.
Four hours later, at 11.00 am, Nizam waited for her mother in a first gate of the school. All her friends had gone to house. She was alone without someone else. She thought that her mother forgot to pick her up.
“Where is my mom? Emm…Perhaps, she was having busy. So she doesn’t have time to go here” Nizam made sure her self.
Immediately, she had willing to back to home alone by north way, without carrying her mother’s worried. Meanwhile, her mother was picking Nizam up from west way, because she just has gone to market.

In short, Nizam didn’t meet her mother, and she arrived at home. She was so hungry. However, she waited for her mother an hour. So, by divorcing her shoes she wanted to have a glass of water and ate any food on the table. She didn’t care whether her father (Sardiyono) is at home or not. She enjoyed her food with wearing uniform of school. When she has been swallowed the food in her mouth three times, she was shock looking at her father’s shadow at the wall. She was just aware that her father is standing behind her. She looked round at her father slowly. It was out from Nizam’s prediction that Sardiyono brought a sickle that he was ready to throw it down into her neck. Yes, Nizam’s neck . Sardiyono was as a lion which was ready to catch his prey easily. Suddenly, Nizam ran as quickly as she could. She ran with a plate of rice on her hand. She ran by swallowing the food in her mouth.
“Ugh…ugh…ugh” the food in her mouth could not be swallowed well.
“Ugh…” A hoop…! She ran unidirectional step. Then, she felt down. Actually, she wanted to cry but she felt so sorry in reminding her mother’s advice. Supposing that she could be patient waiting for her mother this morning. It would not be happen.
But the time flies, and now her father had been in front of her. That‘s a great chance for Sardiyono. Quickly, he threw the sickle down into exact Nizam’s neck
.
Shuuut..! (It sounds very horrible).
The blood could not be held colored her white uniform. Her sight became dark at the time when her mother was entering the house. She couldn’t call “Mom”, her soul has been separated from her body. It became her story where only ten years she lived in this world. Her mother screamed “Nizammmm…!”
Just one word “Nizam” which was able her mother said. she embraced Nizam.
“Nizam,,,this is Mom. Wake up Nizam!”
After that, her mother was frowned down. Just looked at her husband standing in front of Nizam’s corpse.
“Sardiyono…you are crazy,,, now if you want, kill me! Do you know that Nizam can’t back anymore?” Her mother abused her own husband.
Sardiyono just became a silent man. Do nothing of him.
Her mother’s yelled invited her neighbors to come to her voice, they helped her and Nizam”
Then, Sardiyono had something settle with the policeman. It was continued into district court. And the lawyer decided detention to Sardiyono as long as he lives.

But in fact, as his desire that he didn’t want to be poor he played money politic to get a freedom. He called her relations to lend him some money. Then he could buy the law of the country. He gave much money to the policeman. And the result, he was free to do his activities without clear law. Of course it was not fair for decassed of Nizam and her mother.
A week later, although he was free and her step daughter was died, he still got collapse again. It made him stress and he passed away.
This is the phenomenon in this world. That “YES” the rule of law can be bought by money. And “NO” for the rule of God .It can’t be bought by money. We, as a young generation, have to safe our beloved country Indonesia. Safe our law to say “No money politic” by obeying the rule of law and the rule of God.